Bekasi, 20 Desember 2025 — Ballroom SMP Global Persada Mandiri di Bekasi Timur menjadi saksi pagelaran seni budaya spektakuler bertajuk “Anchabharma”: Harmoni Tradisi dan Teknologi Digital” pada Sabtu malam, 20 Desember 2025. Sebanyak 270 siswa dari kelas 7, 8, dan 9 tampil memukau dalam pertunjukan yang memadukan warisan budaya Nusantara dengan literasi digital.
Pagelaran dibuka dengan penampilan siswa kelas 7 yang menampilkan rangkaian tarian bertema “Profil SMP GPM: Bekasi dalam Keberagaman”. Dimulai dari Tarian Bekasi Keren yang energik, dilanjutkan Tarian Keragaman Agama yang menggambarkan harmoni lima agama, Tarian Profil Pelajar Pancasila yang mengekspresikan enam dimensi karakter, hingga Tarian Ekskul yang menggambarkan dinamika kegiatan ekstrakurikuler di SMP GPM.

“Penampilan kelas 7 hari ini luar biasa. Mereka berhasil menunjukkan bahwa identitas lokal Bekasi dan keberagaman bisa berpadu indah dengan nilai-nilai Pancasila,” ujar JB Wijaya, S.Sn., Kepala SMP Global Persada Mandiri. “Ini adalah fondasi penting sebelum kita memasuki perjalanan yang lebih dalam tentang bagaimana tradisi dan teknologi bisa bersinergi.”
Seratus siswa kelas 8 membawakan drama musikal keroncong kontemporer yang mengisahkan Lima Sekawan tersedot ke dalam permainan virtual Archipelago Quest: Mencari Jati Diri Bangsa. Dengan iringan orkestra keroncong live, para siswa menampilkan Tari Remo Digital (Jawa Timur), Tari Enggang futuristik (Kalimantan), dan Tari Sajojo modern (Papua), lengkap dengan efek visual digital dan proyeksi LED yang memukau.
Sugio, M.Pd., Guru Seni Budaya SMP GPM menjelaskan, “Kami ingin menunjukkan bahwa teknologi dan tradisi bukanlah dua hal yang bertentangan. Keroncong yang dianggap kuno bisa diaransemen dengan beat elektronik. Tarian daerah bisa dikombinasikan dengan gerakan robotik. Inilah yang kami sebut sebagai ‘cultural innovation’—inovasi yang tetap menghormati akarnya.”

Puncak pagelaran adalah penampilan 60 siswa kelas 9 dalam drama wayang kontemporer yang menginterpretasikan epos Mahabharata dalam konteks era digital. Yudhistira yang terjebak kecanduan judi, Karna yang mengalami FOMO, hingga manipulasi media sosial oleh Duryodana—semua dikemas dengan backdrop digital, multimedia canggih, dan musik gamelan-elektronik yang memukau.
Testimoni Siswa dan Orang Tua
“Menurut aku, pagelaran GPM School 2025 itu seru banget dan keren karena kegiatannya asik, banyak orang yang ngeramein acara pagelarannya juga, dan bikin suasana sekolah jadi fun banget. Aku mau banget kalau event kayak pagelaran gitu diadain lagi tiap tahun karena bikin kenangan dan kebersamaan yang nggak terlupakan,” ujar Vania Agatha, siswa kelas 8 Socrates.
Evzen Wenas dari kelas 8 Plato menambahkan, “Menurut aku pagelaran kali ini sangat bagus karena anak-anak terlihat semangat dan membuat para penonton terkesan oleh penampilan ini.”
Arashel Pricilla Barus dari kelas 7 Soepomo mengungkapkan, “Menurut saya, pagelaran tahun ini sangat seru, dimana kelas 7 bisa menari bersama yang menjalin persahabatan dan kedekatan.
Lebih lanjut Pertiwi Andriana, S.IP, orang tua siswa kelas 8, memberikan apresiasi khusus: “Secara umum kegiatan pagelaran yang dilaksanakan sangat bagus sesuai dengan goal setting SMP GPM dalam pembentukan karakter.
Theresia Sukma Wijayanti, orang tua siswa kelas 9, menambahkan: “Saya menyaksikan Pagelaran SMP Global Persada Mandiri: ‘The Anchabharma’. Saya melihat siswa kelas 7–9 di sini, saya melihat refleksi diri dan indahnya persatuan dalam keberagaman. Saya pun pulang dengan rasa bangga.”
Pendidikan Transformatif dan Inklusif Berbasis Seni
Dalam penutupan, JB Wijaya menyampaikan, “Malam ini kita menyaksikan bagaimana 270 siswa kita tidak hanya tampil di panggung, tetapi juga tampil sebagai diri mereka yang terbaik. Dari kelas 7 yang memperkenalkan identitas dan keberagaman, kelas 8 yang menjembatani tradisi dengan teknologi, hingga kelas 9 yang mengingatkan kita tentang pentingnya menguasai diri sendiri—ini adalah pendidikan transformatif yang sesungguhnya.”
Sugio, M.Pd. menambahkan dengan penuh haru, “Tiga bulan persiapan, ratusan jam latihan, keringat, air mata, dan tawa—semuanya terbayar malam ini. Anak-anak ini bukan hanya belajar menari dan berakting. Mereka belajar disiplin, kerja sama, empati, dan keberanian. Itulah esensi pendidikan seni.”
Pagelaran yang juga dihadiri oleh beberapa kepala sekolah dan komite dari sekolah lain ini ditutup dengan standing ovation ketika seluruh 270 siswa berdiri di panggung dan dengan gegap gempita menyanyikan lagu Mars GPM.
"Bhinneka Tunggal Ika—berbeda-beda tetapi tetap satu, di dunia nyata maupun maya
